GuruMarzuki memiliki banyak murid yang menjadi ulama terkenal, di antaranya KH Noer Ali, KH Muhammad Tambih Kranji, KH Abdullah Syafi’i, KH Tohir Rohili, KH Hasbiallah, dan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf. 5. Habib Ali Kwitang mengganti Jalan Kembang III. Habib Ali Kwitang memiliki nama asli Habib Ali Alhabsyi bin Abdurrahman Alhabsyi.
.Syekh Ahmad Marzuki Mirshod. Syekh Ahmad Marzuki merupakan salah satu mahaguru ulama Nusantara yang mempunyai peranan penting dalam dakwah Islam di tanah Betawi Jakarta. Beliau mendapat gelar Guru Marzuki. Syekh Ahmad Marzuki lahir dari pasangan Syekh Ahmad Mirshod dan Hajjah Fathimah binti Haji Syihabuddin Maghrobi Al-Maduri. Ibunya masih memiliki garis keturunan dari Maulana Ishaq Gresik Jawa Timur. Dari jalur ayah, beliau memiliki silisah nasab yang berasal dari bangsawan Melayu Pattani. Nama lengkapnya adalah KH KH Ahmad Marzuki bin Mirsod bin Hasnum bin Khatib Sa’ad bin Abdurrahman bin Sultan Ahmad al-Fathani. Ahmad Marzuki lahir pada malam Ahad 16 Ramadhan 1293 H 1876 M di Rawabangke Rawa Bunga Jatinegara Jakarta Timur. Ayahnya wafat saat dia berusia 9 tahun. Dia belajar agama kepada Habib Utsman bin Muhammad Banahsan pada usia 16 tahun. Sebelumnya, dia belajar al-Quran kepada Haji Anwar. Penimbaan ilmunya dilanjutkan ke Makkah. Guru-guru Syekh Ahmad Marzuki di Tanah Haram antara lain Syayyid Ahmad Zaini Dahlan Mufti Makkah dan Syaikh Muhammad Umar Syatho. Kepulangan ke bumi Nusantara berawal dari sepucuk surat yang diterima Ahmad Marzuki dari Sayyid Utsman. Syekh Ahmad Marzuki merintis dakwah dan mengajar di Kampung Muara. Banyak penduduk setempat memeluk agama Islam dan tidak sedikit santri dari pelbagai daerah berdatangan menimba ilmu kepada beliau. Guru Marzuki mengarang sejumlah kitab dalam bahasa Arab seperti Sabilut Taqlid, Tuhfatur Rahman fi Bayan Akhlaq Bani Akhir Zaman, Sirajul Mubtadi dll. Laqsana Malayang Guru Marzuki juga memiliki kepedulian besar kepada gerakan kebangsaan. Beliau turut berkontribusi dalam mengembangkan Nahdlatul Ulama di tanah Betawi. Syekh Ahmad Marzuki wafat pada Jumat pagi tanggal 25 Rajab 1352 H 1934 M. Shalat Jenazah diimami oleh Habib Ali bin Abdurrohman al-Habsyi Habib Ali Kwitang. Jenazahnya dimakamkan sesudah shalat Ashar. Infografis oleh Ahmad Hudaepi.
FSTMJakarta bersama Irjen Pol. Dr. Gatot Eddy Pramono
Jakarta, NU Online Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi, atau dikenal dengan nama Habib Ali Kwitang 20 April 1870-13 Oktober 1968 diusulkan PWNU DKI Jakarta menjadi Pahlawan Kemerdekaan. Pengusulan gelar ini datang dari dorongan masyarakat, khususnya masyarakat DKI Jakarta karena kiprah dan perjuangannya yang dinilai cukup besar di masanya, dan bahkan hingga kini perjuangannya masih dirasakan oleh kebanyakan masyarakat. "PWNU mengusulkan ini Bib kepada Al Walid Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi untuk diusulkan ke negara supaya bisa menjadi pahlawan kemerdekaan. Tapi semua itu harus izin keluarga. Kalau memang diperbolehkan, kami akan membuat surat ke Presiden, bahwa allahyarham Habib Ali supaya menjadi salah satu pahlawan kemerdekaan," kata Ketua PWNU DKI Kiai Samsul Ma'arif meminta izin kepada keluarga Habib Ali Kwitang di kediamannya, Jumat 4/9/2021. Habib Ali Kwitang adalah salah seorang tokoh penyiar agama Islam terdepan di Jakarta pada abad 20. Ia juga pendiri dan pimpinan pertama pengajian Majelis Taklim Kwitang yang merupakan satu cikal-bakal organisasi-organisasi keagaaman lainnya di Jakarta. Dalam pandangan PWNU DKI Jakarta, ada beberapa alasan yang memicu PWNU DKI berkeinginan Habib Ali Kwitang disematkan gelar Pahlawan Kemerdekaan. Di antaranya karena Habib Ali Kwitang ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada zamannya. "Habib Ali Kwitang kala itu yang menentukan hari dan waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia," jelasnya. Pada kesempatan tersebut pihak keluarga mengingat kembali Habib Ali Kwitang yang sangat mencintai dan menghormati cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Abdurrahman Wahid Gus Dur. "Gus Dur kata Walid Habib Ali Kwitang, seluruh Auliya'illah min Masyariqil Ardhi ilaa Maghoribiha, kenal dengan Gus Dur," kata salah satu pihak keluarga. NU dalam pandangan Habib Ali Kwitang Dikutip NU Online, Kolektor Arsip Habib Ali Kwitang, Anto Jibril mengatakan, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi atau lebih dikenal Habib Ali Kwitang mendapatkan surat dari ulama-ulama di Jawa ketika Nahdlatul Ulama NU lahir pada 1926. Dia ditanya bagaimana sikapnya tentang NU. Habib Ali kemudian mengundang salah seorang muridnya, KH Ahmad Marzuki bin Mirshod, untuk menyelediki seluk-beluk NU. Habib Ali Kwitang, kata Anto, kemudian mengutus Kiai Marzuki untuk datang ke tempatnya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari untuk mencatat apapun yang dilihatnya di sana. Ketika sampai di sana, Kiai Marzuki kemudian meminta satu hal kepada Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. Yaitu agar jilbab yang dipakai perempuan NU dibenarkan. Jika itu dilakukan, Kiai Marzuki yakin NU akan bisa masuk ke tanah Batavia. Dia menuturkan, setahun kemudian Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim datang ke Batavia. Mereka ingin agar NU didirikan di sana. Ketika sampai di Batavia, orang yang pertama kali ditemui Hadratussyekh Hasyim Asy’ari adalah Habib Ali Kwitang. "Setelah itu tahun 1928, NU dibentuk di Batavia. Habib Ali izinkan itu waktu. Lagi-lagi Habib Ali masih pegang fatwanya Habib Utsman bin Yahya. Jadi jangan dimasukkan namanya Habib Ali Kwitang di jajaran pengurus NU," kata Kolektor Arsip Habib Ali Kwitang Anto saat mengisi acara Kajian Manuskrip Ulama Nusantara di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut Anto, semula orang-orang di Batavia kurang tertarik masuk NU karena tidak ada nama Habib Ali di sana. Kemudian Kiai Marzuki 'menegur' Habib Ali karena dulu dirinya lah yang meminta untuk mendirikan NU di Batavia, namun ternyata setelah berdiri Habib Ali malah tidak bersedia gabung. "Sampai pada akhirnya Habib Ali memproklamirkan dirinya jadi warga Nahdliyin. Ini jarang yang ungkapkan, padahal ini dipublikasikan di Koran-koran zaman dulu. Salah satu korannya berbahasa Belanda, koran Het Nieuws van den Dag terbit tanggal 20 Maret 1933," jelasnya. Anto menuturkan, Habib Ali Kwitang mendeklarasikan dirinya menjadi Nahdliyin pada 1933, atau setahun sebelum wafatnya Kiai Marzuki. Kemudian diadakan Kongres NU di daerah Kramat, Batavia. KH Abdul Wahab Chasbullah yang bertugas memimpin jalannya kongres tersebut. Setelah Habib Ali Kwitang mendeklarasikan diri menjadi Nahdliyin, ada sekitar 800 ulama yang saat itu siap masuk NU. "Dan kurang lebih seribu, disebutkan di koran itu, siap masuk pula menjadi warga Nahdlatul Ulama. Pertama Habib Salim bin Jindan," jelasnya. Di koran Belanda itu, lanjut Anto, pada saat itu Habib Salim bin Jindan mengkritik NU. Namun kemudian, Habib Ali Kwitang menenangkannya. Kemudian Habib Ali Kwitang mendeklarasikan dirinya sebagai Nahdliyin. Setelah mendengar pengakuan Habib Ali Kwitang’, peserta yang hadir berdiri dan bertepuk tangan bersama. KH Abdullah Wahab Chasbullah juga senang dengan sikap yang ditunjukkan Habib Ali Kwitang tersebut. Kontributor Abdullah Faqihudin Ulwan Editor Kendi Setiawan
JATIMTIMES- Pengasuh Ponpes Sabilurrosyad sekaligus Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) KH Marzuki Mustamar sempat melontarkan pernyataan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merupakan calon presiden (capres) 2024. Pernyataan itu disampaikan ketika Anies berkunjung ke Ponpes Sabilurrosyad di Gasek,
Daftar Isi Profil Guru Marzuki bin Mirshod Kelahiran Wafat Pendidikan Guru-Guru Murid-Murid Pendiri Nahdlatul Ulama NU di Betawi Karya-Karya Kelahiran As-syekh Ahmad Marzuqi bin Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Ahmad Mirshod bin Hasnum bin Khotib Sa’ad bin Abdurrohman bin Sulthon atau yang kerap disapa akrab dengan Guru Marzuki bin Mirshod lahir pada malam Ahad waktu Isya tanggal 16 Romadhon 1293 H di Rawabangke Rawa Bunga Jatinegara Batavia Jakarta Timur. Beliau merupakan putra salah seorang khotib di masjidf Al-Jami’ul Anwar Rawabangke Rawa Bunga Jatinegara Jakarta Timur Ahmad Mirshod dengan Hj. Fathimah binti KH. Syihabuddin Maghrobi Al-Madura, berasal dari Madura dari keturunan Ishaq yang makamnya di kota Gresik Jawa Timur. Pada usia 9 tahun ayahanda berpulang ke Rohmatulloh dan diasuh oleh ibunda tercinta yang sholehah dan taqwa dalam suatu kehidupan rumah tangga yang sangat sederhana. Wafat Guru Marzuki bin Mirshod wafat pada pagi hari jum’at 25 Rajab 1352 H, jam WIB. Jenazah beliau disalatkan dan di imami oleh Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi Habib Ali Kwitang. Kemudian dikebumikan sesudah Salat Asar yang dihadiri oleh para ulama dan ribuan orang. Pendidikan Guru Marzuki kecil, beliau memulai pendidikannya dengan belajar kepada KH. Anwar. Beliau belajar al-Qur’an dan berbagai disiplin ilmu agama Islam lainnya. Ketika usianya menginjak 16 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya untuk belajar kepada Habib Utsman bin Muhammad Banahsan. Saat berguru kepada Habib Utsman, sang Habib melihat kegeniusannya serta ingatan yang tajam dalam menghafal, yang dimiliki oleh Guru Marzuki bin Mirshod, sehingga membuat sang Habib ingin mengarahkan Guru Marzuki untuk melanjutkan pendidikanya di Mekkah dan dapat belajar kepada para ulama besar di Mekkah. Setelah 7 tahun beliau belajar di Mekkah, kemudian datang sepucuk surat dari Habib Utsman yang meminta agar Guru Marzuki bin Mirshod dapat kembali ke Jakarta, maka pada tahun 1332 H atas pertimbangan dan persetujuan guru-gurunya di Mekkah beliau kembali pulang ke Jakarta, dengan tugas menggantikan Habib Utsman dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada murid-muridnya. Guru-Guru Guru-guru Guru Marzuki bin Mirshod diantaranya adalah As-Syaikh Usman Serawak As-Syaikh Muhammad Ali Al-Maliki As-Syaikh Muhammad Amin Sayid Ahmad Ridwan As-Syaikh Hasbulloh Al-Mishro As-Syaikh Umar Sumbawa As-Syaikh Muhammad Umar Syatho As-Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan Mufti Makkah Murid-Murid Murid-murid yang didiknya kemudian banyak yang menjadi ulama Betawi terkemuka. Dalam sebuah catatan menyebutkan ada sekitar 41 ulama Betawi terkemuka bahkan lebih. Di antaranya adalah Mu`allim Thabrani Paseban kakek dari KH. Maulana Kamal Yusuf KH. Abdullah Syafi`i pendiri perguruan Asy-Syafi’iyyah KH. Thohir Rohili pendiri perguruan Ath-Thahiriyyah KH. Noer Alie pahlawan nasional, pendiri perguruan At-Taqwa, Bekasi KH. Achmad Mursyidi pendiri perguruan Al-Falah KH. Hasbiyallah pendiri perguruan Al-Wathoniyah KH. Ahmad Zayadi Muhajir pendiri perguruan Az-Ziyadah Guru Asmat Cakung KH. Mahmud pendiri Yayasan Perguruan Islam Almamur/Yapima, Bekasi KH. Muchtar Thabrani pendiri YPI Annuur, Bekasi KH. Chalid Damat pendiri perguruan Al-Khalidiyah KH. Ali Syibromalisi pendiri perguruan Darussa’adah dan mantan ketua Yayasan Baitul Mughni, Kuningan, Jakarta. Pendiri Nahdlatul Ulama NU di Betawi Berdirinya organisasi Islam Nahdlatul Ulama NU di tanah Betawi memiliki kisah yang unik. Kisah tersebut diceritakan dari KH. Saifuddin Amsir bahwa ketika Guru Marzuki bin Mirshod Cipinang Muara diminta untuk mendirikan NU di Jakarta di tanah Betawi, beliau tidak langsung menerima permintaan tersebut, akan tetapi ada satu syarat yang harus di penuhi. Guru Marzuki bin Mirshod memberikan syarat, jika para santri perempuan di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, yang dipimpin Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asy`ari tidak menutup auratnya secara benar, sesuai syariat, ia menolak pendirian dan kehadiran NU di tanah Betawi. Ia kemudian mengutus orang kepercayaannya ke Tebuireng untuk melihatnya secara langsung. Dari hasil pengamatan orang kepercayaannya ini ia mendapatkan informasi bahwa para perempuan dan santri perempuan di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, menutup auratnya dengan benar, sesuai syariat. Atas informasi ini, Guru Marzuki bin Mirshod Cipinang Muara menerima pendirian NU di tanah Betawi dan ia menjadi pendiri dari NU Jakarta. Permintaan pendirian NU kepada Guru Marzuki bin Mirshod Cipinang Muara di tanah Betawi langsung dari Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asy`ari. Permintaan kepadanya tentu tidak sembarangan, mempertimbangkan juga pengaruh dan ketokohannya sebagai salah seorang ulama terkemuka di Betawi pada masa itu. Karya-Karya Adapun kitab-kitab yang dikarangnya ada 13 buah, yang dapat dilihat sekarang hanya 8 buah. Kitab-kitab tersebut diantaranya Zahrulbasaatin fibayaaniddalaail wal baroohin. Tamrinulazhan al-`ajmiyah fii ma’rifati tirof minal alfadzilarobiyah. Miftahulfauzilabadi fi’ilmil fiqhil Muhammadiyi. Tuhfaturrohman fibayaniakhlaqi bani akhirzaman. Sabiluttaqlid. Sirojul Mubtadi. Fadhlurrahman. Arrisaalah balaghah al-Betawi asiirudzunuub wa ahqaral isaawi wal `ibaad.
RT@DPWPKBJAKARTA: Memperingati Hari Santri Nasional 2021, Pengurus DPW PKB DKI Jakarta berziarah ke Makam Alim Ulama DKI Jakarta diantaranya (KH. KH Ahmad Marzuki bin Mirsod bin Hasnum bin Khatib Sa’ad bin Abdurrahman bin Sultan Ahmad al-Fathani dengan gelar Laqsana Malayang alias Guru Marzuki 1877-1934 M merupakan salah satu dari mahaguru ulama Betawi yang memiliki peran penting dalam penyebaran dakwah Islam di tanah Betawi. Kemahaguruan ini ditinjau pada aspek penyebutan Guru’ yang mana secara status keulamaan Betawi Guru’ merupakan level tertinggi setelah Mu’allim’ dan Ustadz’. Seorang Guru’ dalam buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi Melacak Jaringan Ulama Betawi dari Awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21 2011, adalah penamaan ulama yang setara dengan Syaikhul Masyayikh, ia dianggap representatif dalam mengeluarkan fatwa agama dalam spesialisasi bidang keilmuan yang dikuasai. Setidaknya terdapat enam guru dari para ulama Betawi dari akhir pada abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20 yang disebut oleh Abdul Aziz dalam Islam dan Masyarakat Betawi 2002 sebagai enam pendekar atau the six teacher, yaitu Guru Mansur Jembatan Lima, Guru Marzuki Cipinang Muara, Guru Mughni Kuningan, Guru Madjid Pekojan, Guru Khalid Gondangdia, dan Guru Mahmud Ramli Menteng. Secara biologis, Guru Marzuki mempunyai keturunan yang berasal dari bangsawan Melayu Pattani, sebagaimana nasab melalui ayahnya sampai kepada Sultan Laqsana Malayang, salah seorang sultan Melayu di Negeri Pattani Thailand Selatan. Sedangkan ibunya, Hajjah Fatimah binti Syihabuddin bin Magrabi al-Maduri berasal dari pulau Madura dan keturunan Maulana Ishaq, Gresik Jawa Timur. Penelitian Agus Iswanto 2016 menyebutkan bahwa pada umur 16 tahun, Guru Marzuki diserahkan kepada ulama keturunan Arab bernama Sayyid Usman bin Muhammad Banahsan. Tidak lama setelah itu di tahun 1907/08 beliau pergi ke Mekkah untuk menuntut ilmu, dan kembali ke Jakarta pada 1913/14 M. Di antara guru-guru beliau ketika di Makkah antara lain adalah Syekh Usman al-Sarawaqi, Syekh Muhammad Ali al-Maliki, Syekh Muhammad Amin, Sayyid Ahmad Ridwan, Syekh Hasbullah al-Misri, Syekh Mahfuz al-Termasi, Syekh Salih Bafadhal, Syekh Abdul Karim, Syekh Muhammad Sa’id al-Yamani, Syekh Umar bin Abu Bakar Bajunayd, Syekh Mukhtar bin Atarid, Syekh Khatib al-Minangkabawi, Syekh al-Sayyid Muhammad Yasin al-Basyumi, Syekh Marzuki al-Bantani, Syekh Umar Sumbawa, Syekh Umar Syatha, dan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Guru Marzuki juga memperoleh ijazah tasawuf yakni tarekat Alawiyyah dari Syekh Umar Syatha, yang diambil dari jalur silsilah Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Selain tarekat Alawiyyah, beliau juga mendapat ijazah tarekat Khalwatiyah dari Syekh Usman bin Hasan al-Dimyati. Setelah sampainya di Jakarta, beliau memulai jalan dakwah atas bimbingan gurunya Sayyid Usman bin Muhammad Banahsan. Sayyid Umar meminta Guru Marzuki untuk menggantikannya mengajar di Masjid Jami’ al-Anwar Rawa Bangke Rawa Bunga Jatinegara. Kemudian di tahun 1921/22 M beliau memutuskan untuk pindah dari Rawa Bangke karena kondisi lingkungan daerah tersebut semakin hari kian memburuk secara moralitas, sehingga sangat tidak kondusif dijadikan tempat belajar para santri. Beliau pun pindah ke kampung Muara untuk membangun tempat belajar para santri dan Masjid al-Marzuqiyah. Dari sinilah basis Guru Marzuki mengajar dan menulis kitab. Banyak murid-murid berdatangan dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Menurut Iswanto, Guru Marzuki memiliki banyak murid yang menjadi ulama terkenal, terutama di lingkungan masyarakat Betawi. Setidaknya ada 70 murid yang pernah belajar kepada Guru Marzuki yang kemudian menjadi ulama, sehingga tidak heran bila beliau dijuluki sebagai “guru ulama Betawi”. Murid-muridnya antara lain KH Noer Ali Bekasi, 1913-1992, KH Muhammad Tambih Kranji Bekasi, 1907-1977, KH Abdullah Syafi’i Bali Matraman, 1910-1985, KH Tohir Rohili Bukit Duri, 1920-1999, KH Hasbiallah Klender, 1913-1982, dan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf. Di samping sebagai pendakwah, Guru Marzuki juga peduli terhadap gerakan kebangsaan. Sebagaimana pada masanya, KH Hasyim Asy’ari saat itu mendirikan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keislaman Indonesia berlandaskan Ahlussunnah wal Jamaah, maka Guru Marzuki mengambil kontribusi dalam menegakkan NU yang masih usia dini tersebut di tanah Betawi. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa Guru Marzuki adalah tokoh kiai Betawi generasi pertama yang mendukung berdirinya Nahdlatul Ulama di Batavia pada tahun 1928. Tidak hanya itu, beliau juga bertindak sebagai Rais Syuriahnya sampai wafat. Hubungan Guru Marzuki dengan NU pun semakin erat ketika cucunya KH Umairah Baqir menikah dengan adik kandung KH Idham Chalid. Penulis Ahmad Rifaldi Editor Fathoni Ahmad KH Sufyan Nor bin Marbu bin Abdullah al-Banjari, lahir di Amuntai, Selasa, 11 Juni 1968 M (bertepatan dengan 14 Rabiul Awwal 1388 H). Adalah seorang hafizh al-Qur’an yang juga ahli dalam pembacaan qira’at 7. Beliau adalah adik dari Syekh Nuruddin Marbu al-Banjari. Sejak usia 5 tahun dibawa orang tua hijrah ke Mekkah al-Mukarramah (tahun 1974). Rabu 19 Juli 2017. KH. MUHAMMAD ZUHRI. KH. Muhammad Zuhri bin H.Abdullah, lahir di Tangsawa pedalaman Amuntai, Jum'at, 15 Mei 1925 M (bertepatan dengan 21 Syawal 1343 H). Pada masa kanak-kanak bersekolah di Daerah Muara Tapus Amuntai. Namun karena kebutuhan kehidupan, beliau ikut orang tua merantau ke Banjarmasin dan akhirnya menetap di yDDw.
  • eqyv7bywqh.pages.dev/414
  • eqyv7bywqh.pages.dev/464
  • eqyv7bywqh.pages.dev/397
  • eqyv7bywqh.pages.dev/473
  • eqyv7bywqh.pages.dev/359
  • eqyv7bywqh.pages.dev/464
  • eqyv7bywqh.pages.dev/396
  • eqyv7bywqh.pages.dev/115
  • kh marzuki bin mirshod